Hampir setiap sudut Kota Surakarta, yang juga dikenal sebagai Kota Solo, memiliki cerita dan sejarah yang menarik. Salah satu tempat tersebut adalah Kampung Sewu, yang terletak di Kecamatan Jebres, tepatnya di bagian timur Kota Surakarta.
Kampung Sewu berbatasan langsung dengan aliran Sungai Bengawan Solo yang legendaris di sebelah timurnya.
Sejarah Kampung Sewu disebut lebih panjang dari sejarah Kota Surakarta karena kampung ini sudah ada sebelum kota ini berdiri. Hal ini tidak lepas dari peran Sungai Bengawan Solo yang dahulu menjadi urat nadi lalu lintas perdagangan, di mana kapal-kapal perniagaan melintasi alirannya.
Asal-usul Nama Kampung Sewu
Menurut laman Pemerintah Kota Surakarta, ada beberapa versi mengenai asal-usul nama Kampung Sewu.
Salah satunya menyebut bahwa nama kampung ini berasal dari nama Bupati Nayaka Sewu, yaitu Kyai Tumenggung Cakrajaya. Sementara versi lain menyebut nama kampung ini merujuk pada kata “Panewu” atau sebutan Abdi Dalem Keraton yang mengelola aset di istana.
Sempat Menjadi Tempat Tirakat Pangeran Mangkubumi
Sejarah Kampung Sewu juga terkait dengan tokoh penting dari Yogyakarta, Pangeran Mangkubumi. Sebelum naik tahta menjadi raja dan bergelar Sultan Hamengkubuwono I, beliau pernah melakukan tirakat atau petilasan di tempat ini.
Alasan pemilihan tempat tersebut masih menjadi misteri karena catatan sejarah yang belum jelas. Salah satu situs yang dikenal adalah Pohon Pamrih, sebuah pohon beringin tinggi. Masyarakat setempat percaya bahwa pasangan yang hendak menikah bisa berdoa di depan pohon ini agar acara pernikahan berjalan lancar.
Menurut penelitian Umar Yoga Pratama dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, ada pendapat lain mengenai Pohon Pamrih. Ada yang menyebut bahwa Pohon Pamrih adalah jelmaan dari tongkat Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengkubuwono I.
Kalangan sejarawan berpendapat bahwa “Pamrih” adalah nama tempat yang digunakan sebagai lokasi tirakat, petilasan, atau pertapaan untuk memperkuat iman dan mental dalam perjuangan melawan penjajah.
Daya Tarik Kampung Sewu
Kampung Sewu memiliki berbagai daya tarik, terutama bagi wisatawan yang tertarik mempelajari budaya lokal. Yang paling menarik adalah tradisi Kirab Apem Sewu atau Grebeg Apem Sewu yang dilakukan setiap bulan Dzulhijjah.
Tradisi ini bermula dari nasihat Ki Ageng Gribig, seorang ulama penyebar syiar agama Islam yang singgah di Kampung Sewu.
Ki Ageng Gribig menyarankan warga yang tengah dilanda wabah penyakit untuk membuat kue apem, sebagian dimakan bersama, dan sisanya dibagikan kepada warga lain untuk menghilangkan wabah tersebut.
Kebiasaan ini terus berlanjut dan menjadi bagian dari budaya masyarakat Kampung Sewu, terutama yang berada di pinggir sungai.
Kini, kue apem dibagikan sebagai tanda rasa syukur atas karunia dari Allah. Tradisi Grebeg Apem Sewu juga menjadi festival yang masuk dalam agenda tahunan Pemkot Surakarta.
Selain sebagai hiburan, acara ini diharapkan dapat melestarikan kesenian dan nilai budaya tradisional masyarakat Kampung Sewu. (HEV/AZR)